Selasa, 15 Desember 2009

Rekaman CD Walikota Bekasi VS Pengusaha





Rekaman CD Walikota Bekasi VS Pengusaha
“Dugaan Kolusi Proyek Bantar Gebang DPRD Belum Sikapi”

Penolakan masyarakat Bantar Gebang terhadap keberadaan TPA, dewan terkesan tutup mata. “ DPRD itu ibarat pedati kuda yang ditunggangi kusir, kuda jalan kalau sudah dipecut oleh kusir,”

Bekasi, Buser Tipikor – MENGUAK tabir dugaan Kolusi, dan Gratifikasi, pada proyek TPA Bantar Gebang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi potensi penyimpangan ini melibatkan oknum yang notabene pejabat kepala daerah.
Bahkan, setelah media ini mempublikasi informasi dugaan Kolusi pada edisi 1-15 Desember 2009 pekan lalu. tak terlihat respon legislatif sebagai wakil masyarakat menyikapi persoalan tersebut. Ketua DPRD Kota Bekasi, H. Azhar Laena, SE belum memperlihatkan kinerjanya menyikapi persoalan ini, menurut Azhar Laena pihaknya hanya dapat menyikapi bila kasus itu sudah sampai ke ranah hukum. “kita tunggu kan LSM akan melaporkan temuan ini, memang kita menyayangkan dan terkaget mendengar rekaman ini.” Pihaknya, mengatakan akan lebih berhati-hati melaksanakan tugas sebagai wakil rakyat. “ kedepan kita lebih berhati-hati, sangat disayangkan senior kita sampai ikut terlibat,” katanya. Tanpa menyebut identitas senior itu kepada Buser Tipikor.
Lemahnya wakil rakyat ini menyikapi persoalan dugaan penyimpangan yang melibatkan Walikota Bekasi itu, menimbulkan reaksi, dan komentar dari Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI), Nur Fatah SE Wakil Sekretaris GMBI. Mengatakan, anggota DPRD sudah tak bernyali, karena sudah diatur untuk burgaining.
“Mereka itu tak punya nyali, karena bagaimanapun mereka butuh bersinergi dengan Eksekutif. Apalagi sekarang mereka baru selesai membahas anggaran tahun 2010, disanakan jelas ada burgaining,” katanya. Kalau mereka ribut-ribut tentu eksekutif tidak akan setuju meloloskan kenaikan gaji mereka. Karena DPRD Kota Bekasi tahun ini mengusulkan anggaran rumah tangga mencapai Rp40 miliar.
“Coba hitung. Kalau anggaran Rp40 miliar setahun, bisa diartikan setiap anggota dewan mendapat alokasi sebulan alokasi anggaran mencapai Rp800 juta, sebulan sekitar Rp68 juta, sehari untuk 22 hari kerja sekitar Rp3 juta. Untuk 8 jam kerja, sekitar Rp375 ribu/jam,” katanya.
Demikian pula penolakan masyarakat Bantar Gebang terhadap keberadaan TPA Bantar Gebang, dewan terkesan tutup mata. Karena menurut Nur Fatah, “DPRD itu ibarat pedati kuda yang ditunggangi kusir, kuda jalan kalau sudah dipecut oleh kusir,” sindirnya.
Nur Fatah juga, meminta “pejabat yang terindikasi menerima suap segera diperiksa oleh Kejaksaan dan Kepolisian. Sehingga tidak menjadi preseden buruk dikemudian hari, imbuhnya.

Petikan RekamanPembicaaraan Petinggi Kota Bekasi dan Pengusaha ;
Ida :
Assalamualaikum,,
Rekson :
Walaikum salam..
Ida :
Bagaimana pak rony
Rekson :
Hai..
Ida :
Tambah gemuk aja sekarang..
Rekson :
Ya gemuklah orang begitulah orang e..ee…ibu sakit ya..
Ida :
ya sakit pak makan obat terus, ………..jadi semenjak tahun 2004 itu ……….saya makan obat terus, dokter macam-macam, …………semenjak dari PBB itu. Pak…
PBB itu
Rekson :
Kalau memang PBB
Mochtar :
Biar saya aja pak, sebenarnya ibu ini dibantu pekerjaan ketua dewan ya bu ya.
Ida :
Ia..ya waktu itu 200 keancol ya waktu itu…
Mochtar :
200
Ida :
200 e ee..
Mochtar :
Waktu itu sebetulnya posisi ibu masih kerja..
Ida :
Nggak dapat kerjaan..nggak ada kerja
Mochtar :
Tapi kerja.
Ida :
Nggak kerja...waktu itu saya dapat kerja dari ini, uda mau berenti itu pak, yang dari DKI.
Rekson :
Kita langsung ke substansi aja, karena ibu mungkin lama-lama begini, mungkin saya, sebetulnya eee…trus pengacara eee… trus yang itu…sebetulnya saya tadinya saya sudah mengganggap tuntas, tadinya saya sudah mengganggap tuntas dan selesai, tadi sudah saya bilang kalau toh memang pak mochtar juga mau bayar ibu, selesaikan yang harus 200 juta ya udah eee…, kalian tagih aja uang saya ke ibu ini yang 100 biar tuntas, gitukan…kita selesai deh nggak ada hitung-hitungan kan gitu.
Ida :
Ya gini pak Rony, sekarang saya nggak tau pak Ronylah, itu urusan belakang, pak Rony lah, saya dengan pak Mochtar pak Rony ya. Gini pak Rony gini pak rony saya dengan pak Mochtar aja, dengan pak Rony nggak ada urusan. Pak mochtar, dulu pak mochtar pernah pinjam saya uang, kan ya 150 dibelakang waktu pak mochtar masih jadi apa..eee….yang Rosidi waktu itu …ee…..eee…yang bawa duit 150 untuk kampanye untuk PDI, trus 200 diancol karena itu aja kita bahas pak…jadi masalah pak rony saya nggak tahu pak ron, pak mochtar mau apa, urasan pak mochtar silakan aja, saya nggak ada urusan dengan pak rony gitu pak nah, kalau menurut saya pak, saya nggak punya hutang dengan pak rony, karena saya juga didholimi oleh PBB pak ya, dan dulu janji waktu itu, saya janji waktu itu, katanya 300 punya hutang, utang itu kalau saya dapat kerjaan dari PBB itu akan saya cicil tapi saya nggak dapat kerjaan dari PBB saya tidak akan cicil disitu dan sekaranglah saya nggak mau tahu dengan pak Rony masalahnya saya di dholimin sama orang PBB.
Mochtar :
Waktu itukan ibu kerja.
Ida :
Ia kerja...kerja dari dki saya dapat pekerjaan.
Mochtar :
Ibu Dulu ceritanya waktu itu ibu minta tolong waktu itu pak Pepen menjadi anggota dewan.
Ida :
Nggak tahulah pak ya.
Mochtar :
Kalau yang ibu kasi 50 atau …..
Ida :
Itu nggak saya hitung pak,
Moctar : saya
Ida : pernah ya pak, pak salim minta uang ke saya, waktu itu bapak mau kegorontalo 40 juta, nah itu saya nggak hitung, jadi yang saya hitung 150 waktu saya bawa kebelakang dikamar bapak belakang 200 itu yang saya hitung itu. trus pak Chandra. Kebetulan pak Chandra disini, waktu itu pak Chandra diruangannya pak pepen dipintu ingat ajalah pak. Waktu pak ismail jadi dewankan. Bu..bu ida pinjam duit dong, buat apa, buat eee, berapa pak, 100. saya tanya pak salim, ia mau jadi sekda, trus katanya terus saya begini dengan pak Ismail. Bagaimana pak ismail, bagaimana itu pak Chandra pinjam uang tu 100, ya nggak apa-apa deh , ya mau jadi sekda itu, nah saya bantulah 120 juta, saya kasi duit di Cintamanis sanakan, nah habis itu karena saya nggak pernah dapat proyek, trus bapak waktu itu janjiin paroyek sama saya 17 miliar waktu itu nggak adakan malah saya ketemu dengan PBB diruangan ini waktu itu, saya mau ketemu dengan PBB waktu diruangan bapak dengan pak salim ingatkan nah. PBB diumpetin sama pak Chandra diruang belakang nah saya dengan kecil hati turun kebawah. Waktu itu nggak jadi ketemu dengan PBB saya mau bagimana pembayaran PBB ke saya nah itu sebenarnya saya mau tanya. Tapi pak Chandra ngumpet-ngumpet, anak buah saya lihat dari belakang.
Mochtar :
Seingat saya bu ya…memang saya minta tolong yang 200 itu, kalau yang ibu kasi…
Ida :
Nah itu yang 150 buat kampanye nah itu saya mau sumpah saya bawa Al Quran sekarang saya demi Allah, saya nggak bohong nggak mungkin, nggak selamat saya hidup pak, kalau saya bohong orang muslimkan ya dan 2 kali saya haji nggak-nggak diterima haji saya, kalau nggak saya ngasiin duit ke bapak 150 juta.
Mochtar :
Nggak Saya sih nggak membantah itu tadi, ibu kasi duit, ibu ngasi ke saya itu …
Ida :
Bapak minjam waktu itu malah bapak minjam mau dilantik,………..tolong cariin saya duit 150 juta berapa itu 250 juta nanti pegang sertifikat saya, tapi saya nggak mau pake sertifikat bapak. Udalah saya kasi pinjam 150 juta. Habis itu bapak telepon lagi saya eee mau datang kerumah, bapak punya duit dan saya lagi nggak ada dirumah saya bilang……
Trus waktu saya dibinus bapak ada dibinus saya datang keataskan. Bapak oh..ya doian saya jadi walikota nanti saya ini in. Tolong deh waktu itu sama siherman waktu itukan pak ya, nah ini dengan bu ida tapi nggak komit ya, bapak mau minta nomor rekening saya, tapi saya tunggu-tunggu nggak dikirim, trus saya datang kesini dikasi duit 5 juta saya, melalui pak tikno, pak tikno ngasi saya diluar, habis itu saya masuk lagi kesini bapak nggak mau terima saya, bapak saya disuruh kepak wakil.
Mochtar :
Ya...ya...yang saya ingat proses bu yang diancol ibu Bantu-bantu itu, kalau mau suruh hitung-hitungan…yang....
Chandra , Rekson:
Ya..ya..ya..ha…ha.haaaaa
Ida :
Ya waktu itu pak ginilah kalau bapak nggak mau terima itu, tapi saya mau sumpah, waktu itu sirosidi ada ini nya
Mochtar :
Ya benar ibu kasi cuman….itukan….
Ida :
Itu Minjam…minjam waktu itu…
Mochtar :
Tapi yang kita minta itu….
Rekson :
Gini bu….
Ida :
nggak pak rony saya nggak ada urusan sama pak rony, saya dengan pak mochtar aja,
Mochtar :
Kita minta waktu itu…
Ida :
Ya itu terserah bapak saya nggak ada sangkutan dengan pak rony, pak rony ngganggap saya punya hutang, saya nggak punya hutang dengan pak rony…..
Rekson :
Masalahnya ….Saya……………uang nya dikasi Ke saya
Ida :
Nggak saya nggak mau pak, karena awalnya kita berhubungan baik-baik pertamanya gitu kok, kita mau baik-baik, sangkut-sangkut dengan pak rony saya nggak mau pak saya sudah berapa kali didholimin pak rony waktu itu juga disuruh pak…pak…apa pak budi rahma, ini kue sepotong cobalah bagi-bagi, uda gitu, pergilah kita ke notaris berempat, pak rony dapat kerjaan saya nggak dapat kerjaan
Mochtar :
Hutang yang waktu ketua dewan itu dijanjikan pak rony itu YA
Ida :
Itu yang 150 pak , 150 ya namanya saya perempuan, seorang janda ….
Rekson :
Saya tujuan baik bu…bagaimana kalau begini….mumpung saya lagi eee….lagi otaknya…eeee…bagus…bagaimana kalau saya bayar 50 juta, karena saya tahu ibu perempuan, selesai tuntas kita buat oret-oret
Ida :
Nggak pak saya nggak anu, hutang saya banyak pak ya, hutang saya rumah, mau disita orang pak, mobil saya mau disita orang
Rekson :
Gini..gini …kalau ibu sudah saya baikin nggak mau…nggak mau panggil sekarang sirosidi kesini, panggil anak ibu kesini..eee…….tinggal pilih….atau kita selesaikan secara hukum…terserah
Ida :
Ya saya kan nggak tahu pak rony saya tahunya pak ini, ngapain pak rony ikut-ikut saya nggak tahu pak rony. Saya mau berhadapan dengan pak mochtar kok dengan pak Chandra saya. Pak rony nggak saya nggak tahu pak rony deh, apa ngomong saya teriak-teriak disini nanti saya nggak mau pak rony ikut, situ…pak rony ….janji dengan saya mau ngasi kerjaan, tapi saya nggak dikasi. Malah saya waktu itu, saya bisikin ke pak rahma, bagaimana …..cover shoil, ya uda bu bagi dua aja…, demi allah demi rasulullah, ….bagi dua aja, tapi pak rony langsung ke PBB. Saya dicat disitu ….beginilah kerjaan saya…………..saya nggak mau tahu pak rony, saya tahunya pak mochtar…………………….pokoknya saya nggak mau tahulah, ……….atau saya buka baju aja disini………ribut……nanti malu bapak disini, pak rony ini mau baik-baik…mau apa…nggak mau saya…….seorang ibu……seorang janda….nggak mau saya.
Mochtar :
Kitakan disini cari solusi…cari solusi….
Ida :
Ya solusinya gitu…ya saya tahu pak mochtar..tolonglah bayar duit saya. Karena merasa nggak bapak, kalau merasa ayolah, kita sama-sama sumpah disini saya bawa quran disini. Sama sumpah, berasa nggak bapak kami nggak komit dengan bu ida, saya akan ngasi bu ida, malah saya tunggu diruang pak mochtar ketemu dengan PBB waktu itu…….ngomong dengan pak Chandra nggak tahunya pak Chandra ngumpet…lewat belakang…..kok pak beny PBB pulang, tanpa ini saya sudah nungguin setengah hari …pak salim disitu
Chandra :
Kalau gitu ininya, jadikan selama itu kita bekerja itukan nggak…nggak ada apa ya,..
Ida :
Nah pak kalau saya ada…ada ini pak…kalau ada pertolongan dari bapak. Selama ini saya diombang-ambing sama PBB harusnya bapak yang bilangin sama ini, pak sekda yang bilangin sama pak zurfai bahwa saya beliin mobilkan, pak sekda waktu itu ngomong suruh beliin pak ismail mobilkan, ha datanglah pak mochtar baik-baik kan, pak mochtar minta tolong saya kasi ………nah sekarang sudah berkelit begini saya …..pak rony…pak rony bicara secara hukum..bicara apa…saya nggak tahu pak rony..saya dengan bapak aja deh
Mochtar :
Kita cari solusi…sekarang gini aja……..benar itu ibu Bantu 200, ….saat itu ibu dapat kerja
Ida :
Ya kerja bukan dari bapakkan kerjaan, …bukan dari bapak….dari tahun 2004 saya nggak kerja pak
Mochtar :
Nggak mungkin bu
Ida :
Nggak kerja saya …saya diombang ambing pak, saya kerja dari DKI tahun 2003
Mochtar :
Ya nggak mungkin kita itu minta tolong kalau ….ibu nggak dapat kerja
Ida :
Ya sekarang pak ya …..bapak kan minta tolong sayakan pak ya. Nah sekarang tolong apa kesaya kok ….dapat kerjaan nggak saya ….nggak ada saya dapat pekerjaan, ngemis saya kesini malah waktu itu bapak nggak nerima saya .
Mochtar :
Kalau dulu itu kita tahu ibu ..kerja
Ida :
Kerja apa saya pak …saya tender di dki…orang dki ngasi saya, bukan bapak yang pertahankan saya kecuali bapak
Mochtar :
Kalau dengan pak rony kitakan…nggak ada ini
Ida :
Nah sekarang gini aja pak kalau udalah kalau bapak nggak mau terima ya uda, silakan aja ntar tuhan aja, yang balas nanti itu gitu aja
Chandra :
Ya secara inikan..ibu kontrak itukan pake peron nggak …kalau nggak ada hubungan kerja saya itukan…saya ikut tanda tangan… nyaksiin
Ida :
Ya …itu usaha kami dengan disana pak bukan bapak bapak yang cari kerjaan …yang cari kerjaan itu pak ismail …tolong saya sampai saya beliin mobil ….kalau pak ismail nggak tanda tangan itu PBB nggak dapat kerjaan ….karena saya kasilah ismail mobil bartu tanda tangan kalau mau tahu. Nah semestinya berterima kasih PBB ke saya PPb uda dapat kerjaan berapa tahun disitu. Nah bapak Cuma menolong saya Cuma untuk ….saya dari PBB yak an bapak ikut waktu itu kehalim sanakan. Masalah dihalim menyelesaikan masalah dengan PBB
Chandra :
Ibukan katanya ada kajian segala macam
Ida :
Ya karena waktu itukan saya mau ketemu dengan …dengan….sihendranya ..bapak nggak membantu,,,kalau bapak Bantu bapak hadapin saya…malah
Rekson :
Kalau nggak pak Chandra yang Bantu itu mana mau PBB bayar…kita jangan lupakan
Ida :
Nggak pak orang bank yang Bantu pak
Rekson :
Nggak gini bu kebetulan saya ada …waktu pak Chandra eee ..dihalim dengan ibu. Pak chandralah maka PBB bayar
Ida :
Nggak….wajar PBB bayar karena kita kerja walaupun nggak dibantu pak Chandra PBB akan bayar saya
Rekson :
Ya itu kalau ibu ini mau baik-baik ….ini saya sudah dimintai tolong untuk menyelesaikan …karena …eee…saya punya kewajiban kepemerintah daerah ini. Saya bilang saya masih punya uang sama ibu itu
Ida :
Nggak ada pak, uang bapak nggak ada sama saya
Mochtar :
Kalau tidak ada uang …ada rahma budi …ada ahli saya…
Ida :
Boleh…boleh ayo waktu itu janji sayakan. Kalau saya terus kerja dengan PBB itu akan saya cicil demi allah demi rasululah pak saya nggak bohong tapi kalau saya nggak dapat kerjaan dari PBB saya nggak dibayar
Rekson :
Sulitnya disitu
Ida :
Tapi saya nggak dapat..malah saya bikin perjanjian dengan …ada perjanjiannya pak mau dibagi…pekerjaan..saya nggak dibagi malah ….nggak usah PBB …..saya nggak mau deh …pak rony ngalih-ngalih…saya nggak mau
Rekson :
Undang…nanti kita undang PBB
Mochtar :
Bu kita cari solusi ibu juga …kita lagi susah ini buy a kita cari in aja dari dinas 100 bu udah gimana caranya …tolong pak rony 100 ya beres bu ya.
Ida :
Ya yang 150
Mochtar :
Dengar dulu …kalau yang ibu kasi ke pak chandra ..kesaya…kalau saya sih melihat itu …ucapan terima kasih kerja
Chandra :
Ya…ya……
Ida :
Tapi nggak pak kalau saya …trus kerja 2 tahun pak ya mungkin lebih 150 saya kasi itu …pinjaman….pak Chandra juga gitu karena mau jadi sekda saya kasi pinjamlah tapi balasan sekda ke saya ada nggak…nggak ada. Kasi saya kerjaan 1….kasi 1… nggak
Mochtar :
Dari dinas 100 dari ….100 …gimana bu
Ida :
Yang 150 lagi gimana pak …ya uda hak saya pak. Bapak tega melihat saya seorang janda, seorang ini….ya pak ya ……saya juga punya hutang pak….saya punya hutang pak. Bapak boleh lihat rumah saya, saya juga punya hutang pak . rumah saya mau disita orang pak
Mochtar :
Justru itu kita undang ibu ……….kami kemarin ngobrol bertiga ….
Ida :
Bapak selesaikan aja lah pak yang 350 itu pak …pak chandra berapa lagi……seumpamanya saya terus kerja disitu ….lebih saya dari 150 saya kasi, lebih dari ini saya kasi pak, tapi saya nggak terus kerja disitu , malah saya diombang-ambing. Malah janji dengan pak rony mau dikasi kerjaan ini..ini …pak rony mau ketemu saya sakit pak, demi Allah saya pak . pak rony takut saya dengan ….ini pak rahma budi…
Mochtar :
Kita cari solusi bu ya kan …kita nyari solusi ibu ngasi kesaya …kepak Chandra…kita anggap ibu itu kerja
Ida :
Ya kalau kerjaan dari bapak sih nggak apa-apa …
Mochtar :
200 diancol itu emang kita minta tolong …ibu juga memahami itu bukan …kita …itu dibagi…ibu harus tahu persoalan juga kan bahwa …..waktu itu pemilihan ketua dewan….nah sekarang kita cari solusi kita cariin 100lah dari dinas …minta tolong kepak rony 100…200 …kita anggap clear bu
Ida :
Yang 150 lagi pak …saya nggak cukup pak bayar hutang rumah …rumah saya disita pak …kemarin saya dijanjiin proyek disini …pinjam duit berbunga sama orang
Chandra :
….gimana urusannya gitu …ibu nyuruh orang pinjam duit segala macam tanpa apa
Ida :
Waktu dapat proyek dari pak pepen ya pak ya ..kasi 2 paket kan …bahan naik pak …jadi ..pas waktu kerja bahan itu naik…dapat 2 …
Mochtar :
Ibu dapat proyek berapa…
Ida :
700…600…tapi itu rugi pak karena bahan naik waktu itu. Nah itukan pak..nggak setimpallah dengan pertolongan saya gitu. Yang ngasi juga pak pepen karena …..
Mochtar :
Kita dari solusi…solusi pertama yang 200 itu …
Ida :
Nggak…nggak dari situ pak pepen ada lagi ambil uang dari saya ……pak pepen minta duit juga kesaya
Mochtar :
Waktu itu urusan pak pepen….
Ida :
Saya nggak tahu itu…tapi pak pepen minta duit kesaya …waktu diancol itu saya nggak tahu pak pepen apa itu…saya nggak tahu ….kalau pak Chandra waktu itu untuk menjadi sekda …kan 2 calon waktu itu pak ismail telpon-telponnan dengan saya itu ….tapi bapak berasa nggak punya hutang 90 juta …bapak cicil 18 juta
Chandra :
Itukan saya nggak ada ngomong-ngomong hutang
Ida :
Bu…bapak waktu keluar dari ini…pinjam duit dong buat apa pak..berapa…100 juta bukan gitu
Chandra :
Pekerjaan itu dengan PBB sendiri …sendiri
Ida :
Saya juga nolong PBB pak kalau tidak …saya itu nggak akan dapat pekerjaan ……dari pak ismail….sayakan nggak kerja dari PBB saya malah diusir bang rony ini kalau nggak salah tahu saya diusir dari sini saya nggak boleh kerja situ …dipermaikan oleh PBB di ini…rahma budilah menolong saya itupu datang orang bank itupun dia nggak mau bayar duit saya
Mochtar :
Bu..ibukan uda dapat proyek
Ida :
Ya dapat…proyek dari dki saya pak ….dapat proyek ya pak ya itu ..nggak keluar modal saya…punya hutang saya….rumah saya mau disita bank pak …kalau rumah saya nggak disita…nggak punya hutang pak…saya nggak akan nagih lah …..apa tega bapak saya seorang perempuan
Mochtar :
Kita cari solusi…ni kita cari solusi bu yang 200 ini …solusilah…ya…pak…ya…kita bereskan. Kalau ibu kasi lagi kita hitung-hitungan…waduh… saya nggak tahu lagi. Blum ibu dikasi proyek sama pak wakil itu
Ida :
Wakil apa proyeknya pak…apa cukup …proyek dari pak wakil itu malah saya rugi ….saya minta dengan jalan…yang gede…nggak ada…tapi kalau bapak kasi itu agak mendinganlah hati saya ….saya ….kepala dinas….nggak dianggap saya
Chandra :
Jadi …….kalau ibu mau …..bisa juga kan…itukan…dari pak pepen
Ida :
Itu saya mohon kebapak yang 150 juta itu waktu itu untuk kampanye itu ..buat bapak juga…buat kampanye…itu ajalah pak …kita baik-baik…secara…ya inilah nurani bapak terhadap saya seorang janda ……sampai dimanalah sama bapak duit yang 150 juta itu …kalau bagi saya berharga sekali buat saya …mungkin bapak lebih dari pada itu lagi bapak dibalas sama allah pak
Mochtar :
Jadi ibu…kalau ada…kalau ada duit ….kita nggak usah diskusi begini bu….pak sekda juga kalau ada duit nggak usah diskusi begini bu…kalau zaman dulu sih ibukan banyak dapat proyek kan
Ida :
Kapan pak….
Chandra :
Kalau memang ibu mau memahami dan berpikirnya sama-sama …itu yang saya bilang kepak wali tadi …selesai
Ida :
Ya cobalah nanti saya pikir dulu …musyawarah dulu dengan anak saya …tapi kalau menurut saya tetap yang 350 juta sama sisa pak Chandra itu …pikir dulu…
Mochtar :
Kalau yang ibu…kasi kesaya itu…istilahnya itu….apa ya…nggak masuk akal ya….kalau yang 200 itu emang benar kita minta tolong
Ida :
Jadi yang 150 ini …bapak nggak mau bayar
Mochtar :
Bukan nggak mau bayar ….Kerja…waktu itu ibu dapat kerja …..dari sekda…bukan nggak mau Bantu saya juga akui ibu ngasi 50…
Ida :
50 nggak …nggak ada 50 …nggak 150 langsung pak …bapak minjam waktu itu…sampai bapak mau gadaiin sertifikat …tapi saya nggak percaya…sama bapak …..waktu dibelakang itu
chandra :
jadi sekarang uda apa yang jadi….apa ya…yang disampaikan kita cari jalan keluar …cuman persoalannya inikan…hampir semuannya…kemana-mana menimbulkan yang tidak baik
Ida :
Tapi uda baik..baik tadi pak ya…nggak sampai seperti ini kita
Chandra :
Ya …jadi…maka …yang kita iniin…
Ida :
Pernah datang kesini saya
Chandra :
Jadi ya itu yang mau kita iniin…yang …karena kita sudah baik-baik cariin jalan keluar….karena sebelumnyakan saya ingin, jangan terjadi ya ….kalau memang….ya ibu inilah berpikir gimana…kalau memang
Mochtar :
Hari kamis bu ya ….Ibukan uda dapat proyek
Ida :
Proyek mana…nggak dapat proyek saya…gitu juga wakil punya hutang kesaya
Chandra :
Kita ngomong-ngomong jasa jadi nggak enak akhirnyakan
Ida :
Ya tapi ….saya ….dari pak wakil lain lagi, ini jatah pak mochtar, ini pak wakil, ini dari istri pak mochtar. Saya lihat itu yang dari sekda
Rekson :
….pekerjaan …PBB…menagih…kerja ibu….nggak selesai…..
Ida :
Ya karena…kenapa nggak selesai…karena saya nggak dibayar sama PBB…
Rekson :
Nanti….saya…potong…gampang.,…ha..ha..haaaa
Ida :
Dibayar pak…ada….ada perjanjiannya…
Rekson :
Diselesaikan oleh PBB….saya tanya ….pak rony nggak hak ….hanya dengan bu ida ada urusan….kita kagak dibayar …..
Ida :
Bapak kan terus kerja disana, saya disuruh lagi masukin….alat berat oleh PBB…
Rekson :
Kalau….saya…diselesaikan….disuruh saya…
Ida :
Disuruh bagi pak…malah ada perjanjiannya kita….noitaris
Rekson :
……450 juta……
Ida :
Tapi uang saya dipotong oleh PBB, ada buktinya …150..saya dipotong…itu yang saya terima….
Rekson :
…..eee…kitakan ketemu dihalim bu…..sama PBB…
Ida :
Waktu itu saya nggak dibayar…maka itu saya berhenti….1 sekian….inilah yang salah…padahal pekerjaan saya nggak ada yang salah…orang-orang itu yang giniin saya…
Rekson :
….450….1milaiar 850 juta…nilai nggak dibayar….jadi korban-korban semua…
Chandra :
Jadi gitu bu ya ….
Mochtar :
Hari kamis….pak sekda…ya
Ida :
Jadi yang 150 pak
Chandra :
Ya kan kita uda bicarakan…kalau memang ini…ya…kita….persoalannya…ya kita juga Cuma-Cuma punya…bagaimana caranya penyelesaian…uda buy a saya mau…bapak juga…
Rekson :
Nanti hari kamis lancer
Ida :
Jam berapa saya kesini pak
Chandra :
Jam 12
Ida :
Uda ya pak ya

(Wan/GAM/01 Hen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar