Rabu, 03 Februari 2010

Proyek Sudin Perumahan dan Gedung Jaktim

LSM PEKiK : Proyek Sudin Perumahan dan Gedung Jaktim Dikerjakan Asal Jadi

Jakarta, Buser Tipikor – PELAKSANAAN proyek perbaikan jalan di suku dinas Perumahan dan Gedung kota administrasi Jakarta Timur yang baru saja selesai dilaksanakan kontraktor, kini keadaannya sudah cukup mengkuatirkan.
Kondisi jalan terlihat berlubang, dan akibat hujan yang terus menguyur ibukota kondisi lubang itu kini digenangi air.
Rusaknya jalan diduga terjadi akibat pelaksanaan proyek menyalahi bestek, hal ini disampaikan Wilson S, LSM Pemerhati Korupsi dan Keadilan (PEKiK) kepada Buser Tipikor (28/1) lalu. dalam realesnya LSM ini menuding kegiatan proyek di Sudin Perumahan dan gedung Kota Administrasi Jakarta Timur ini dikerjakan asal jadi (tidak sesuai dengan spek).
Kondisi jalan yang rusak berada di Rw 09, 014 dan 015 Kelurahan Cililitan, bahkan dari hasil investigasi LSM ketebalan aspal pada lokasi itu diperkirakan kurang ½ cm. “Hasil Investigasi kami dan laporan masyarakat pekerjaan Sudin Perumahan dan Gedung Jakarta timur banyak yang dikerjakan asal jadi(tidak sesuai dengan spek).”
Dijelaskannya, “Sehingga apabila hujan air tergenang dan mudah terkelupas selain itu pekerjaan saluran malah membuat sumbatan disaluran oleh karna pekerjaan saluran tidak memperhatikan porsi adukan semen dengan pasir,” kata Wilson.
Bahkan, di Rw 06 Kelurahan Kayu Putih ditemukan kondisi serupa. Selain ketebalan aspal tidak memenuhi standar RAB, pekerjaannya jalan itu dilaksanakan kontraktor tidak direadymix melainkan hanya dikerjakan manual.
Wilson juga menjelaskan, “kontraktor nakal yang ‘dipelihara’ dengan sengaja membohongi warga, dengan akal-akalan mengerjakan proyek tersebut.”
Realisasi pelaksanaan pekerjaan hasil monitoring LSM PEKiK dilaksanakan molor dari Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). “mereka kontraktor nakal, mulai melaksanakan pekerjaan Desember tahun lalu, padahal pada bulan oktober kontraktor telah menerima SPMK dari sudin (pemberi kerja).”
Ditambahkan Wilson S warga melalui ketua RW dan RT telah menyampaikan kekecewaan dengan membuat surat pernyataan tertulis tentang pelaksanaan pekerjaan pengaspalan diwilayah mereka. “ Terkait jalan tersebut warga yang bersangkutan menumpahkan kekecewannya kepada LSM PEKiK,” katanya.
Menurut Ahmad Ketua RT 01 Kelurahan Lama Cililitan, Kontraktor melaksanakan pekerjaan hanya mencari untung tanpa memperhatikan kualitas. “ Jalan yang baru dikerjakan sudah rusak dan berlubang, kondisinya seperti kubangan kerbau, tak sedikit warga kami menjadi korban saat melintas jalan dengan motor,” katanya. (Edi/01)

DAK KAB.BOGOR



Proyek DAK Kabupaten Bogor Terbengkalai

Bogor, Buser Tipikor – DANA pendidikan yang dialokasi Pemerintah Pusat dan daerah tahun 2009 tak sedikit menuai masalah, baik secara mekanisme maupun prosedur pelaksanaan pada kegiatan itu.

Dalam pelaksanaan fisik proyek DAK ini langsung dikelola kepala sekolah bersama komite sekolah secara swakelola.

Namun, tak sedikit pihak sekolah melaksanakan proyek menunjuk kontraktor sebagai pelaksana, meski tidak diperkenankan, tetap saja melanggar ketentuan tersebut.

Sehingga tak sedikit pekerjaan dilapangan terbengkalai (tidak diselesaikan kontraktor) padahal kontraktor telah menagih 100% (persen) terhadap penempatan dana untuk proyek rehabilitasi itu.

Dari hasil investigasi Buser Tipikor terdapat 2 (dua) sekolah yang kini terbengkalai akibat ditinggalkan kontraktor, SDN kadusewu Kecamatan Rumpin, dan SDN Waru 04 Kec. Waru 04 kec. Parung Kabupaten Bogor.

Menurut sumber media ini, kedua sekolah itu dikerjakan M. Siddik Solihin, ditunjuknya rekanan tersebut disebut-sebut atas rekomendasi Dd oknum pejabat pemerintah kota Bogor. Dikabarkan pula Dd berperan sebagai pemasok bahan rangka atap baja ringan (zingcalum).

Kepsek Korban Penipuan

Pelaksanaan pemasangan zingcalum pada beberapa sekolah menghadapi hambatan, karena uang yang dibayarkan pihak sekolah untuk pembelian rangka baja ringan kepada pihak ketiga tidak pernah dikirim kesekolah.

Menurut sumber, diantaranya Kepsek SDN 04 Sukajaya Ecep, pihaknya ditipu oleh Heri Suherman yang telah meminta uang sebesar Rp 35 juta.

Menurut Ecep, kini Heri tidak pernah lagi datang kesekolahnya. “Orang itu tidak pernah datang lagi kesini,” katanya.

Bukan itu saja yang dialami Ecep, pengakuan Kepsek ini dirinya pernah di intervensi salah seorang rekanan, Aco akibat ulah rekanan itu diusir oleh Ecep.
Berdasarkan data pada Buser Tipikor berupa surat pernyataan ada kesepakatan yang dibuat antara Ecep dan Adr untuk memberi pekerjaan rehabilitasi sekolah SDN 04 Sukajaya kepada Aco yang dibumbuhi tanda tangan Kepsek.

Namun akibat kesalah pahaman antara Aco dan Ecep, Adr dilaporkan ke Polisi dengan tuduhan penipuan.

Kepada Buser Tipikor Adr menjelaskan, kesepakatan pekerjaan dilaksanakan Aco telah dibuat antara Ecep dan Adr. “Kita sepakat kasi pekerjaan kepada Aco, dan Aco yang bermasalah dengan Ecep, kok saya dilapor melakukan penipuan,” katanya terheran.

Senada dengan Ecep, H.M Tohir juga korban penipuan yang dilakukan Heri Suherman, Tohir merasa dibohongi Heri.

Menurut Tohir, Heri menyanggupi menyediakan zingcalum asal diberikan Dp terhadap pembelian barang tersebut.

“Katanya dia sanggup, akan kirim zingcalum asal dibayar Dp-nya,” ujar Kepsek ini kepada Buser Tipikor, diruang kerjanya pekan lalu.

Karena kesiapan Heri, akhirnya Tohir memberikan uang sebesar Rp 11 juta. Namun, sampai sekarang barang tidak datang, Heri sendiri tidak diketahui dimana keberadaannya.

“Saya kasi Dp Rp 11 juta ke Heri, tapi sampai sekarang zingcalum yang dipesan tidak datang, bahkan orang ini kita tidak tahu lagi dimana rimbanya,” dengan nada kesal.

Demikian pula terhadap pelaksanaan rehabilitasi SDN Bantarkambing 02 Kecamatan Rancabungur, dana DAK yang telah dikucurkan pemerintah sebesar Rp 120 juta yang rencananya dilaksanakan 11 Januari 2010 tidak dapat dilaksanakan.

Pasalnya, dana tersebut digunakan Drs Sumarna, M.Pd Kepsek Bantarkambing 02 untuk keperluan diluar peruntukkan (pribadi).

Meski telah membuat pernyataan kesanggupan mengembalikan dana DAK itu, hingga berita ini diturunkan pelaksanaan proyek rehabilitasi di sekolah tersebut belum dilaksanakan.

Hingga kini Media ini terus melakukan penelusuran terkait pelaksanaan DAK di sekolah-sekolah kab. Bogor. Karena kuat dugaan pelaksanaan proyek selain menyimpang pihak terkait di Dinas Pendidikan Kab. Bogor juga menikmati dana pendidikan tersebut. (Rch/ondi-01)

Pemalsuan

Kasus AJB Makbul Suhada SH
Kades Tangsil Tersandung Hukum Widodo Diduga Terlibat


Bogor, Buser Tipikor – PEJABAT pembuat akte tanah (PPAT) memiliki kompetensi dan legitimasi hukum menerbitkan Akte jual beli (AJB), namun tak sedikit PPAT sebagai pelaksana yang menerbitan AJB terkesan mengabaikan prisnsif-prinsif dasar syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan AJB.
Demikian halnya yang dilakukan Makbul Suhada, SH sebagai PPAT, akibat kelalaian dalam menerbitkan AJB tanah antara Samin Bin Amir (penjual) dan Rita Kesuma (pembeli) pada tahun 2008 Kepala Desa Tagsil Kec. Citeureup Marchum Sianturi, SH ditetapkan sebagai tersangka.
Akibatnya Kades Tasngsil diperiksa Polres Bogor sebagai tersangka dengan tuduhan penggelapan , pemalsuan, dan memberikan keterangan palsu (pasal 385,263,266 jo 64 KUH Pidana).
Ketika dikonfirmasi Makbul Suhada, SH mengatakan, penerbitan AJB pada prinsifnya telah memenuhi persayaratan dengan melampirkan KTP penjual dan pembeli, keterangan tidak sengketa, riwayat tanah, dan C desa.
“ketika itu Kukuh Sri Widodo, datang kesaya minta diterbitkan AJB namun saya lihat surat keterangan tidak sengketa belum ditanda tangani Samin Bin Amir sehingga saya minta agar ditanda tangani,” katanya.
Lanjutnya, “ setelah ditanda tangani pun saya masih tanya ke Widodo, benar ini nanti tidak ada masalah, Widodo bilang tidak, sehingga saya tanda tangani juga AJB itu.”
Menanggapi pihak-pihak yang menanda tangani AJB tidak dihadapan PPAT menurut Makbul kesalahan pada dirinya karena lalai dan unsur kepercayaan kepada teman. “ memang itu kelalaian saya, akibatnya saya kena surat peringatan 1 (pertama), itupun karena kepercayaan saya kepada teman,” ungkapnya.
Bahkan, Makbul sendiri menyatakan keheranannya kenapa kasus tersebut jadi berbelok dengan menetapkan Kades jadi tersangka. “kenapa lurah jadi tersangka, kenapa jadi belok,”katanya terheran-heran.

Dalam BAP kepolisian Marchum Sianturi, SH membuat pengakuan menanda tangani surat pernyataan tidak sengketa atas permintaan Kukuh Sri Widodo. “ Saya membuat surat keterangan riwayat tanah Nomor 593.2/05/III/2008, Permohonan penerbitan SPPT tgl. 9 juni 2008, salinan C desa An, Samin Bin Amir No.1213/1704 percil 137, surat keterangan tidak sengketa tanggal 26 Maret 2008 atas permintaan saudara Kukuh Sri Widodo,”
Tentang adanya dugaan pemalsuan tanda tangan Samin Bin Amir, kades ini menjelaskan. “Pada saat saya menanda tangani AJB, surat keterangan tidak sengketa sudah ada tanda tangan Samin Bin Amir, kemudian baru saya menanda tangani, saya tidak mengetahui siapa yang memalsukan tanda tangan Samin,” ujarnya kepada pemeriksa.

Dugaan pemalsuan tanda tangan Samin Bin Amir, dilakukan Kukuh Sri Widodo hingga kini belum ditindak lanjuti aparat kepolisian. Makbul sendiri tak banyak memberikan komentar tentang dugaan keterlibatan Widodo yang kini menjabat anggota DPRD Kab. Bogor.
Hanya menurut Makbul, “ no coment, saya tutup telinga deh,. dan saya sudah bilang ke Widodo saya mau nyelamati sendiri-sendiri,” katanya.
Widodo terkait kasus ini belum berhasil dimintai keterangannya oleh Buser Tipikor. (Bonang)

Bank Gelap

Perusahaan Megatama electronic
Jasa Peminjaman Uang Berkedok Perkreditan Barang


Bogor, Buser Tipikor – PERUSAHAAN perkreditan Megatama electronic diduga melakukan praktek usaha tidak sesuai ketentuan (perizinan). Kegiatan perusahaan yang seharusnya hanya melakukan transaksi kredit penjualan barang electronic, pada prakteknya diduga melakukan transaksi peminjaman uang layaknya bank.

Terkait praktek tersebut Megatama electronic dapat mengaet konsumen sedikitnya 5000 nasabah. Modus yang dilakukan untuk menarik Nasabah, prusahaan ini menawarkan jasa perkreditan barang berupa elektronik, meubeler, dan lain-lain. Namun, pada kenyataannya (praktek) barang yang ditawarkan tidak pernah diberikan kepada Nasabah.

Sebagai Pengganti Nasabah diberikan dana berupa uang, dengan perjanjian diatas kertas kredit berupa barang elektronik, meubeler, dan lain-lain.

Pasar pemasaran / penyaluran dana (kredit) dilakukan perusahaan kepada usaha kecil (warung/kios), pada lokasi strategis seperti warung-warung ditrotoar dan pasar.

Dari keterangan sumber yang identitasnya minta dirahasiakan, untuk televisi uk. 21 inci nasabah diberikan dana pinjaman sebesar Rp. 2.000.000,- dengan pembayaran cicilan / angsuran Rp. 28.000,-/ hari selama 100 hari.

Terkait praktek yang menyalahi aturan pihak megatama hingga kini tidak berkenan dimintai klarifikasinya, meski surat klarifikasi telah sampai kepihak perusahaan.

Perusahaan Megatama yang telah berjalan 5 tahun ini diduga melanggar Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dengan ancaman Pidana pasal 46 ayat (1)dan (2); Pelaku (orang) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk, Giro, Deposito berjangka, Tabungan, bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, tanpa izin dari menteri keuangan.

Beberapa perusahaan perkreditan di Bogor mengaku resah dengan praktek perusahaan megatama ini.
Leni bagian marketing perusahaan perkreditan elektronik PT. CN kepada Buser Tipikor mengatakan cukup prihatin perusahaan tersebut masih bisa beroperasi dan dibiarkan oleh Kepolsian melakukan praktek peminjaman uang.
“Kita prihatin akibat praktek perusahaan itu berdampak terhadap omzet kita, kan kita nawarin barang rata-rata konsumen masih mikir-mikir apakah bisa bayar apa nggak,” katanya.
Lagi, menurut Leni “ kalau uang yang ditawari memang lebih cepat karena konsumen butuh cepat, dan dengan uang orang bisa beli apa aja, tapi kalau izinnya kredit barang kok bisa kasi pinjamam uang ya, dan polisi nggak tangkap ya, ” tanyanya.

Belum adanya penertiban praktek yang dilakukan megatama sangat mengecekan Leni, wanita bujangan ini mengharapkan pihak kepolisian dapat menertibkan praktek-praktek usaha yang menyalahi ketentuan itu.
“Ya saya hanya berharap pak polisi minta ditertibkan, kan itu udah menyalahi aturan, biar omzet kita bisa stabil lagi,” pintanya. (Rich/Rahmad)

DPU DKI JAKARTA


Tender Normalisasi Kali DPU DKI Jakarta 2009
Dinilai Tidak ‘Fair’

Jakarta, Buser Tipikor – DUGAAN penyimpangan pelaksanaan tender normalisasi dan urugan kali (dedicated) pada Dinas Pekerjaan Umum provinsi DKI Jakarta Tahun anggaran 2009, selain berpotensi merugikan keuangan daerah juga menimbulkan dampak semberawutnya program pengendalian banjir.
Dampak itu kini mulai dirasakan warga Jakarta, tak sedikit saluran air dan waduk (kali) kini meluber menggenangi pemukiman penduduk.
Dari pantauan Buser Tipikor untuk wilayah Jakarta Barat sedikitnya 13 Rw digenangi air.
Bahkan melalui data Satkorlak Jakbar, wilayah yang mengalami ketinggian air mencapai 30 sentimeter terdapat di RT 01, 02, dan 11/01 dan RT 06, 08, dan 09/02 Kelurahan Rawa Buaya.
Ketinggian air yang sama juga terjadi di RT 09, 10, dan 12/13 Kelurahan Cengkareng Timur. Ketinggian air yang mencapai 20 sentimeter terlihat di Jl Raya Peternakan RT 01/07 Kelurahan Kapuk, Jl Kawanmangu perbatasan RW 06 dan 03 Kompleks Depok, Kelurahan Kedaung Kaliangke, yang juga masih wilayah Kecamatan Cengkareng. Di Kecamatan Kalideres genangan yang mencapai 20 sentimeter terjadi di Kelurahan Semanan, RT 02 dan 07/01, RT 03/07, dan RT 03, 04, 05, 06, 08, 09, 10/03. Sementara genangan yang mencapai 40-100 sentimeter terjadi di RW 01, 03, 04, dan 07 Kelurahan Tegalalur.
Sejumlah ruas jalan di Jakarta Barat juga masih terendam dengan ketinggian air berkisar antara 20-30 sentimeter. Misalnya, di Jl Daan Mogot, tepatnya di depan stasiun TV Indosiar.
Walikota Jakarta Barat, Djoko Ramadhan, kepada wartawan mengatakan pihaknya telah mengintruksikan jajarannya untuk segera melakukan pengendalian dini musibah banjir. “ kita telah mengintruksikan Satkorlak PB untuk siap siaga dengan melakukan antisipasi dini musibah banjir,” ungkapnya.
Meski saat ini ketinggian air baru setinggi 30 sentimeter, Posko Banjir, Kesehatan, dan Lokasi Pengungsian harus sudah disiapkan. "Kami sudah mendirikan beberapa posko di lokasi yang rawan banjir. Di Rawabuaya dan Tegal Alur, warganya terpaksa dievakuasi ke tempat yang aman," kata Djoko.

Sebelumnya Surat Kabar ini menyampaikan informasi dugaan penyimpangan terkait pelaksanaan tender normalisasi kali bernilai puluhan miliar pada DPU DKI Jakarta. Namun, pejabat terkait di DPU tak memberikan komentarnya terkait pelaksanaan tender itu.
Tahun anggaran 2009 diperkirakan DPU sedikitnya menggunakan dana APBD sebesar Rp150 hingga 200 miliar untuk mengatasi pendangkalan kali di lima wilayah DKI Jakarta. Indikasi penyimpangan seperti ditunjuknya pemenang tender yang tidak mengacu kepada ketentuan dokumen RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat) administrasi yang dibuat panitia lelang.
Akibatnya, proses tender yang dilaksanakan DPU DKI Jakarta rentan penyimpangan. Karena dokumen RKS merupakan perikatan perjanjian atau ketentuan peraturan yang mengikat secara hukum antara pengguna dan penyedia barang dan jasa.
Al hasil kesan tidak fair dalam pelaksanaan lelang menimbulkan asumsi adanya dugaan paket kegiatan proyek normalisasi itu dimonopoli rekanan tertentu. Anggapan demikian disampaikan Jamal Kordinator Investigasi LSM SIB kepada Buser Tipikor (28/01) lalu. “ Itu tidak fair dalam dokumen disyaratkan perusahaan peserta lelang harus memiliki alat Folating Dozer (Dreger), namun kenyataannya yang dimenangkan perusahaan yang tidak memiliki alat folating, itu kan jelas tidak fair,” katanya.
Seperti informasi surat kabar ini sebelumnya, perusahaan yang memenuhi persyaratan hanya PT. Giostec Prima dan Dinas PU. (hen/edi)

PDAM TIRTA KAHURIPAN KAB.BOGOR

LSM SIB : Dugaan Penyimpangan PDAM Tirta Kahuripan

Jakarta, Buser Tipikor ­– PERUSAHAAN Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor, mendapat subsidi dana dari Pemerintah Daerah Kab. Bogor tahun anggaran 2007 sebesar Rp 18,7 miliar. Penyertaan modal itu berdasarkan pengajuan dialokasikan untuk pengembangan dan pemantapan pelayanan air.

Namun, beberapa pihak menduga realisasi anggaran masih ditemukan dugaan akan adanya penyimpangan. Seperti yang disampaikan Ketua Umum LSM SIB (solidaritas Indonesia Bersatu) R.Sofyan CH.M kepada media ini beberapa pekan lalu.

Menurutnya, berdasarkan kajian analisis LSM-nya menemukan fakta tentang tidak kesesauian pengajuan alokasi dana dengan realisasi pelaksanaan dilapangan, sehingga berpotensi terjadi penyimpangan.

“Untuk saat ini beberapa kegiatan yang diajukan PDAM dengan dana Rp 18,7 miliar, tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga kami menduga ada penyimpangan dalam mekanisme penempatan dana, dan tidak tertutp potensi kerugian daerah terjadi,” katanya.

Masih menurut Sofyan, penggunaan dana pemerintah ada kerangka mekanisme yang diatur dalam perda, mulai perencanaan (pengajuan) hingga pertanggung jawaban keuangan. Sehingga potensi penyimpangan terhadap keuangan daerah dapat diminimalisir, bahkan tidak mungkin terjadi.

“Dari awal anggaran itukan diusulkan eksekutif baik oleh Bappeda, atau SKPD lain yang ada pada struktur lembaga kepemerintahan daerah, disampaikan kepada Legislatif untuk dibahas kegunaan dan manfaatnya, setelah itu disusun perda sebagai aturan kerangka dalam pelaksanaan nantinya, kalau pelaksanaan dilakukan tidak sesuai dengan perencanaan jelas itu mengindikasikan ada penyimpangan,” tegasnya.

Jadi menurut kacamata pria ini penyertaan modal pemerintah daerah Kab. Bogor yang dilaksanakan pengguna anggaran PDAM Tirta Kahuripan ini, bernuansa penyimpangan.
“Atas penyimpangan yang terjadi di PDAM itu, nantinya akan kita konfirmasikan dulu kepada PDAM, sebelum kita membuat resume untuk melaporkan dugaan penyimpangan itu,” katanya diplomatis.

Menanggapi dugaan penyimpangan Direktur PDAM Tirta Kahuripan Hadi Mulya Asmat didampingi Hasan humas PDAM, dan Effie Pancawati SH, menampik hal tersebut. Menurutnya, pertanggung jawaban keuangan perusahaan PDAM telah sesuai dengan prosedur, telah pula di audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) baik kinerja, dan kepatuhan. “Kita sudah lakukan sesuai aturan, tidak mungkinlah kita melaksankan tidak mengikuti prosedur,” katanya, Rabu (27/01) lalu di Kantor PDAM Tirta Kahuripan.

Tentang pembelian lahan 4000 m2 menurut Hadi sesuai dengan kebutuhan, “Jadi lahan yang kami beli hanya sesuai dengan kebutuhan PDAM 4000 m2, sedang yang 3000 m2 tidak kita beli karena kami anggap pemborosan, dan disitu ada kolam renang, kan kalau kita beli orang bertanya lagi, PDAM kok beli kolam,” katanya.

“Semua sudah sesuai pak, kitakan perusahaan daerah jadi tidak berani macam-macam, adapun sisa dari keuangan tidak masuk kantong pak Hadi, mengenai sisa keuangan kitakan perusahaan jadi secara otomatis berada dikas PDAM,” sambung Effie.

Mengenai prosedur pembelian lahan warga itu PDAM menunjuk konsultan independent agar proses nya tidak menyalahi aturan. “ Pembelian lahan kita menunjuk Konsultan dari Bandung, pertanggung jawabannya pun telah kita sampaikan kepada pak Setda,” tegas Hadi.

Kepada Wartawan Hadi menyampaikan terima kasih, karena melakukan konfirmasi sebelum memuat pemberitaan mengenai PDAM.“Kita berterima kasih, karena konfirmasi dulu sebelum memuat pemberitaan, jadi kita terhindar dari fitnah,” ujarnya.

Bahkan, Hasan berjanji mempersiapkan jawaban atas surat klarifikasi Buser Tipikor, Jum’at 29 Januari. “Ya nanti kita usahakan merinci kegiatan anggaran Rp 18,7 miliar, Jum’at, sekaligus menjawab tertulis klarifikasi dari bapak,” katanya.

Hingga, berita ini tersaji belum didapat surat jawaban dari Humas PDAM Tirta Kahuripan sebagaimana janjinya pada Buser Tipikor.

Sementara, Sofyan menjelaskan sumber LSM-nya mendapat keterangan bahwa pembelian lahan untuk alokasi kegiatan Pengamanan daerah sumber mata air Ciburial sebesar Rp 4 miliar, dibayar secara menyicil kepada pembeli.

Dari pengajuan 7000 m2 hanya dibebaskan (dibeli) 4000 m2, 3000 m2 milik Hj. Salamah dengan harga permeter Rp 140 ribu, dan 1000 m2 milik usuf dengan nilai pembayaran yang sama.

Antara PDAM dan Penjual dibuat kesepakatan dalam AJB permeter tanah dihargai Rp 48 ribu berdasarkan NJOP yang ketika itu berlaku, sehingga meringankan beban pembayaran pajak, dan terhadap pajak dibayarkan 10% dari nilai NJOP.

“Nara Sumber kami menyampaikan sebelum dilakukan pembayaran lahan, pihak penjual diberi kan uang, yang menurut sumber uang kas bon, apa bisa kami menduga terkait pembelian lahan warga, itukan gratifikasi namanya,”

Melalui pesan singkat Sort Masage Send Ketua Umum LSM ini menduga ada sisa anggaran sebesar Rp 1,64 miliar dan menurutnya harus dikembalikan kekas daerah.
“Kelebihan ada Rp. 1.640.000.000,- kelebihan ini harus dikembalikan kekas daerah, harus ada bukti pengembalian, kalau digunakan untuk pekerjaan yang lain harus ada persetujuan anggota DPRD Kab.Bogor.”

Ketika ditanya Buser Tipikor, kapan kiranya LSM SIB melakukan klarifikasi kepada PDAM Tirta Kahuripan, Sofyan tidak menjelaskan kapan akan melayangkan surat klarifikasi terkait dugaan penyimpangan penggunaan dana penyertaan modal pemerintah kab. Bogor sebesar Rp 18,7 miliar.
Menurutnya, “nanti saya informasikan, pastilah kita beritahu teman-teman pers,” ungkapnya. (Hendri HSB)

Pilkada Rawan Incumbent


Pilkada Rawan Korupsi Ormas Minta Awasi Balon Incumbent

Jakarta, Buser Tipikor – Meski kontradiktif Rencana Pemerintah melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) tahun 2010 secara serempak (bersamaan), dibeberapa daerah. Tak menyurutkan antusiasme kandidat melakukan aksi propaganda. Walau, pelaksanaan Pilkada 2010 untuk beberapa daerah masih terdapat perbedaan pada bulan dalam pelaksanaan nantinya. Propaganda yang dilakukan kandidat para balon (bakal calon) Kepala Daerah dengan melakukan aksi pemasangan baliho.
Baliho yang terpasang berisi seruan, ajakan kepada masyarakat agar mejatuhkan pilihannya kepada mereka yang maju di Pilkada itu.
Hasil monitoring Buser Tipikor semarak Pilkada jelas terlihat di Sukabumi, dan Karawang Provinsi Jawa barat. Di Provinsi Banten Tangerang Selatan dan di Lampung, Kota Bandarlampung, Kota Metro, Pesawaran, Lampung Selatan, Way Kanan, dan Lampung Timur.
Seperti yang diungkapkan Mendagri Gamawan Fauzi pilkada serempak itu digelar di 244 wilayah, diantaranya tujuh pemilihan gubernur, 202 pemilihan bupati, dan 35 pemilihan wali kota.
Mendagri menuturkan, untuk menyukseskan pelaksanaan pilkada, pemerintah dan pemda siap mendukung persiapan dan kelancaran pilkada secara terkoordinasi dan terpadu.
"Dukungan persiapan dan pelaksanaan pilkada dimaksud berupa koordinasi antara pemerintah dan pemda dengan KPU, Bawaslu, Panwaslu, KPU provinsi dan kabupaten/kota, dan instansi/lembaga terkait," katanya.
Sementara itu, untuk memberikan dukungan dalam penyelenggaraan pilkada, kata Mendagri, pemerintah dan pemda mengacu pada Pasal 121 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.
Ditempat lain pekan lalu, beberapa organisasi masyarakat menyoroti kerawanan potensi korupsi pada pesta demokrasi itu. Potensi korupsi itu makin tinggi di daerah yang salah satu calonnya adalah pihak yang tengah berkuasa atau incumbent.
Potensi korupsi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) terutama dalam bentuk penyalahgunaan anggaran negara, manipulasi dana kampanye, dan politik uang. Demikian diungkapkan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Fahmi Badoh kepada wartawan pekanlalu di Jakarta.
”Pilkada tahun ini sangat dekat waktunya dengan Pemilu 2009 sehingga beberapa persoalan terkait pemilu lalu, termasuk pola korupsinya, bisa ditiru dalam pilkada,” katanya. Salah satu pola korupsi, menurut Fahmi, adalah menggunakan anggaran negara untuk program populis dari calon yang memiliki akses ke kekuasaan. Hal ini terutama akan mudah dilakukan incumbent. ”Ini terjadi karena tak ada aturan pelarangan yang tegas terkait penggunaan uang negara untuk pilkada. Seperti yang terjadi saat pemilu lalu, incumbent bisa membuat program populis menjelang pemilihan,” katanya.
Dari catatan ICW, menjelang pemilu lalu terjadi pembengkakan penggunaan APBN sebesar 50 persen untuk program bantuan sosial yang bersifat populis. ”Kami khawatir pola ini ditiru dalam pilkada,” ujarnya.
Penyalahgunaan fasilitas jabatan dan kekuasaan juga diperkirakan marak pada pilkada tahun 2010. Hal ini juga mewarnai pelanggaran Pemilu 2009. Dari hasil pemantauan ICW dan jaringan kerja di empat daerah, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta, ditemukan 54 indikasi pelanggaran ketentuan terkait dengan fasilitas jabatan.
Fenomena penggunaan fasilitas jabatan yang terjadi pada Pemilu 2009, kata Fahmi, justru lebih banyak terjadi di daerah ketimbang di tingkat nasional. Potensi korupsi itu diperkirakan akan terjadi lagi, terutama di daerah yang minim pengawasan dari masyarakat dan media.
Abdullah Dahlan, peneliti ICW, menambahkan, potensi manipulasi dana kampanye terjadi karena longgarnya aturan. ”Lemahnya aturan dikhawatirkan akan memudahkan masuknya aliran dana dari sumber haram ke rekening pemenangan kampanye pasangan calon. Kondisi ini akan diperparah dengan lumpuhnya pengawasan atas dana kampanye,” ujarnya
Selain itu, kata Abdullah, potensi korupsi dalam pilkada juga dimungkinkan karena tidak ada standar anggaran pilkada. Sampai sekarang tak ada standar penggunaan dana APBD untuk kepentingan pilkada.
Calon incumbent pada pilkada 2010 meski diawasi ekstra ketat, kata R. Sofyan CH.M Ketum LSM SIB di Jakarta (30/01) lalu. “penguasa yang berkuasa lebih dekat kepada jajaran birokrat, melalui kaki tangannya inilah mereka menebar pesona. Menarik simpatik dan menebar dana notabenenya uang rakyat dari APBD inikan jelas korupsi”.
Sofyan, menghimbau masyarakat tidak cepat tergiur rayuan para incumbent (pemerintah berkuasa). “karena, pemerintah berkuasa lebih memiliki potensi kuat melakukan politik uang dibandingkan calon yang belum memiliki kekuasaan” katanya.
Ditambahkannya, ”Sebagaimana Pemilu 2009, di perkotaan, pembagian uang secara langsung dilakukan pada masa kampanye. Di pedesaan, praktik politik uang terjadi dalam bentuk pemberian sembako, pembagian uang dalam forum pengajian, serta dalih dana bantuan desa. (H-01)