Selasa, 15 Desember 2009

Penghentian Kasus Bibit-Chandra Dinila Tidak Sah


Praperadilan Jaksa Agung

Jakrta, Buser Tipikor - SIDANG permohonan praperadilan terhadap Jaksa Agung Hendarman Supanji atas terbitnya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP), Bibit Rianto Samad dan Candra Marta Hamzah, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (14/12).
Permohonan diajukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Hajar Indonesia, LSM Lepas dan PPMI. Ketiga LSM ini mewakilkan kepada sejumlah kuasa hukum pimpinan Egi Sudjana dan Farhat Abas. Perkaranya ditangani oleh hakim Kusno.
Sedangkan kelompok dari Komunitas Advokad dan Masyarakat penegak Hukum Untuk Keadilan diwakilkan oleh kuasa hukumnya, OC. Kaligis, Ferry Amahorsea dan Petrus Bala Pattyona. Perkara ini diadili oleh Hakim Tahsin. Sementara Jaksa Agung Hendarman Supanji mewakilkan pada Jaksa Pengacara Negara, Wisnu Subroto, Rhein E. Singal dan Adhi Prabowo.
Kedua tim pemohon praperadilan pada intinya meminta hakim yang menangani perkara ini supaya mengabulkan permohonannya. Alasannya, SKPP Bibit-Candra yang diterbitkan pihak kejaksaan, tidak berkekuatan hukum sehingga tidak sah.
Tim pemohon mempertanyakan alasan penghentian perkara Bibit-Chandra oleh termohon baik alasan yuridis maupun sosiologis. “Penghentian perkara ini menimbulkan pendapat pro dan kontra di tengah masyarakat Indonesia,” tegas Egi Sudjana.
Karenanya, demi tegaknya hukum dan keadilan, Egi meminta pengadilan untuk membuka kembali perkara menarik perhatian masyarakat ini sehingga ada kepastian hukum.
Alasan sosialogis yang digunakan kejaksaan menghentikan perkara Bibit-Chandra, dinilai tim komunitas advokad juga tidak dapat dijadikan alasan hukum. Menurut pengacara Petrus Bala Pattyona, penghentian penuntutan harus memenuhi tiga syarat yakni tidak cukup bukti, bukan tindak pidana dan ditutup demi kepentingan hukum.
“Saya menilai tiga tersebut, tidak dipenuhi oleh kejaksaan untuk menghentikan perkara Bibit-Chandra,” jelasnya sambil menambahkan bila hal ini dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di tanah air.
Karena tim kedua pemohon berharap pada pengadilan supaya mengabulkan permohonannya dengan memerintahkan pihak kejaksaan untuk melimpahkan perkara pidana pada kedua wakil ketua KPK tersebut ke pengadilan guna disidangkan.
TAK PUNYA HAK
Menanggapi gugatan tersebut, tim kuasa hukum termohon meminta hakim pengadilan supaya menolak permohonan praperadilan tersebut. Alasannya, para pemohon dinilai tim jaksa pengacara negara, tidak mempunyai kapasitas mengajukan permohonan praperadilan.
“Pemohon tidak termasuk sebagai pihak ketiga yang berkentingan sebagaimana dimaksud ketentuan pasal 80 KUHAP,” jelas Wisnu Subroto.
Menurut kuasa hukum termohon, yang berhak mengajukan gugatan atau permohonan atas nama kepentingan masyarakat yakni LSM diatur dalam pasal 37 ayat (1) UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain itu, katanya, sesuai pasal 44 dan pasal 46 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta peraturan pemerintah No. 59 tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Selain kedua Undang-Undang tersebut, menurutnya, perihal hak gugat dan persyaratan LSM masih diatur lagi dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
“Pemohon praperadilan dalam perkara ini mengatasanamakan LSM Hajar Indonesia, Lepas dan PPMI serta komunitas advokad, bukan sebagai saksi langsung menjadi korban dalam peristiwa pidana diajukan dalam permohonan praperadilan ini,” tandas Wisnu.
ALASAN YURIDIS
Tim jaksa menolak dalil kuasa hukum pemohon yang menyatakan SKPP tersangka Bibit-Candra, tidak sah. “SKPP Bibit-Candra diterbitkan termohon berdasar alasan yuridis setelah berkas perkara dilakukan penelitian oleh penuntut umum sebelum dilimpahkan ke pengadilan,” sanggahnya.
Menurutnya, penuntutan tidak semata-mata berdasar atas terpenuhinya unsur tindak pidana disangkakan. Namun masih ada persyaratan lain yaitu perbuatan pidana tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepada tersangka.
Dia menjelaskan, secara yuridis perbuatan tersangka telah terpenuhi, namun tersangka tidak menyadari dampak ditimbulkan atas perbuatannya. “Karena perbuatan tersebut dianggap hal yang wajar dalam menjalankan aturan, maka perbuatan tersangka tidak dapat dipidana,” jelasnya sambil menambahkan hal itu sesuai pasal 50 KUHP. Sidang dilanjutkan hari ini untuk tanggapan.(ant/bt)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar