Rabu, 03 Februari 2010

Pilkada Rawan Incumbent


Pilkada Rawan Korupsi Ormas Minta Awasi Balon Incumbent

Jakarta, Buser Tipikor – Meski kontradiktif Rencana Pemerintah melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) tahun 2010 secara serempak (bersamaan), dibeberapa daerah. Tak menyurutkan antusiasme kandidat melakukan aksi propaganda. Walau, pelaksanaan Pilkada 2010 untuk beberapa daerah masih terdapat perbedaan pada bulan dalam pelaksanaan nantinya. Propaganda yang dilakukan kandidat para balon (bakal calon) Kepala Daerah dengan melakukan aksi pemasangan baliho.
Baliho yang terpasang berisi seruan, ajakan kepada masyarakat agar mejatuhkan pilihannya kepada mereka yang maju di Pilkada itu.
Hasil monitoring Buser Tipikor semarak Pilkada jelas terlihat di Sukabumi, dan Karawang Provinsi Jawa barat. Di Provinsi Banten Tangerang Selatan dan di Lampung, Kota Bandarlampung, Kota Metro, Pesawaran, Lampung Selatan, Way Kanan, dan Lampung Timur.
Seperti yang diungkapkan Mendagri Gamawan Fauzi pilkada serempak itu digelar di 244 wilayah, diantaranya tujuh pemilihan gubernur, 202 pemilihan bupati, dan 35 pemilihan wali kota.
Mendagri menuturkan, untuk menyukseskan pelaksanaan pilkada, pemerintah dan pemda siap mendukung persiapan dan kelancaran pilkada secara terkoordinasi dan terpadu.
"Dukungan persiapan dan pelaksanaan pilkada dimaksud berupa koordinasi antara pemerintah dan pemda dengan KPU, Bawaslu, Panwaslu, KPU provinsi dan kabupaten/kota, dan instansi/lembaga terkait," katanya.
Sementara itu, untuk memberikan dukungan dalam penyelenggaraan pilkada, kata Mendagri, pemerintah dan pemda mengacu pada Pasal 121 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.
Ditempat lain pekan lalu, beberapa organisasi masyarakat menyoroti kerawanan potensi korupsi pada pesta demokrasi itu. Potensi korupsi itu makin tinggi di daerah yang salah satu calonnya adalah pihak yang tengah berkuasa atau incumbent.
Potensi korupsi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) terutama dalam bentuk penyalahgunaan anggaran negara, manipulasi dana kampanye, dan politik uang. Demikian diungkapkan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Fahmi Badoh kepada wartawan pekanlalu di Jakarta.
”Pilkada tahun ini sangat dekat waktunya dengan Pemilu 2009 sehingga beberapa persoalan terkait pemilu lalu, termasuk pola korupsinya, bisa ditiru dalam pilkada,” katanya. Salah satu pola korupsi, menurut Fahmi, adalah menggunakan anggaran negara untuk program populis dari calon yang memiliki akses ke kekuasaan. Hal ini terutama akan mudah dilakukan incumbent. ”Ini terjadi karena tak ada aturan pelarangan yang tegas terkait penggunaan uang negara untuk pilkada. Seperti yang terjadi saat pemilu lalu, incumbent bisa membuat program populis menjelang pemilihan,” katanya.
Dari catatan ICW, menjelang pemilu lalu terjadi pembengkakan penggunaan APBN sebesar 50 persen untuk program bantuan sosial yang bersifat populis. ”Kami khawatir pola ini ditiru dalam pilkada,” ujarnya.
Penyalahgunaan fasilitas jabatan dan kekuasaan juga diperkirakan marak pada pilkada tahun 2010. Hal ini juga mewarnai pelanggaran Pemilu 2009. Dari hasil pemantauan ICW dan jaringan kerja di empat daerah, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta, ditemukan 54 indikasi pelanggaran ketentuan terkait dengan fasilitas jabatan.
Fenomena penggunaan fasilitas jabatan yang terjadi pada Pemilu 2009, kata Fahmi, justru lebih banyak terjadi di daerah ketimbang di tingkat nasional. Potensi korupsi itu diperkirakan akan terjadi lagi, terutama di daerah yang minim pengawasan dari masyarakat dan media.
Abdullah Dahlan, peneliti ICW, menambahkan, potensi manipulasi dana kampanye terjadi karena longgarnya aturan. ”Lemahnya aturan dikhawatirkan akan memudahkan masuknya aliran dana dari sumber haram ke rekening pemenangan kampanye pasangan calon. Kondisi ini akan diperparah dengan lumpuhnya pengawasan atas dana kampanye,” ujarnya
Selain itu, kata Abdullah, potensi korupsi dalam pilkada juga dimungkinkan karena tidak ada standar anggaran pilkada. Sampai sekarang tak ada standar penggunaan dana APBD untuk kepentingan pilkada.
Calon incumbent pada pilkada 2010 meski diawasi ekstra ketat, kata R. Sofyan CH.M Ketum LSM SIB di Jakarta (30/01) lalu. “penguasa yang berkuasa lebih dekat kepada jajaran birokrat, melalui kaki tangannya inilah mereka menebar pesona. Menarik simpatik dan menebar dana notabenenya uang rakyat dari APBD inikan jelas korupsi”.
Sofyan, menghimbau masyarakat tidak cepat tergiur rayuan para incumbent (pemerintah berkuasa). “karena, pemerintah berkuasa lebih memiliki potensi kuat melakukan politik uang dibandingkan calon yang belum memiliki kekuasaan” katanya.
Ditambahkannya, ”Sebagaimana Pemilu 2009, di perkotaan, pembagian uang secara langsung dilakukan pada masa kampanye. Di pedesaan, praktik politik uang terjadi dalam bentuk pemberian sembako, pembagian uang dalam forum pengajian, serta dalih dana bantuan desa. (H-01)

1 komentar: