Rabu, 03 Februari 2010


Peyimpangan DAK Rp 2,2 Triliun Berindikasi Korupsi

Jakarta, Buser Tipikor – DEPARTEMEN Pendidikan Nasional (Mendiknas) tahun anggaran 2009 menempatkan dana rehabilitasi pada sekolah-sekolah dasar sebesar Rp 9,3 triliun, kucuran dana di alokasi untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan. Pengelolaan DAK dilaksanakan kepala sekolah dan komite penerima dana, dari Rp 9,3 triliun dana APBN terdapat 3 % (persen) dana pendamping APBD Kota/Kabupaten pada tingkat provinsi.

Melalui kesepakatan bersama pembiayaan pendidikan antara Mendiknas (Pemerintah Pusat), Gubernur (Pemerintah Provinsi), dan Bupati/Walikota (Pemerintah Kabupaten/Kota).

Berdasarkan peraturan Mendiknas Nomor 3 Tahun 2009 tertanggal 29 Januari 2009, prosentasi penempatan DAK di pemerintah pusat di alokasi sebesar 50 % (persen), 30% (persen) pemerintah provinsi, dan 20% (persen) pemerintah kabupaten/kota, tersebar pada 32 provinsi di seluruh Indonesia terkecuali DKI Jakarta.

Adapun pelaksanaan kegiatan dan penempatan dana rehabilitasi gedung, yakni rehabilitasi ruang kelas perunit sebesar Rp 70 juta, rehabilitasi / pengadaan sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan WC perunit Rp 20 juta, Pembangunan ruang perpustakaan (56m2) dan pengadaan meubelair perpustakaan sebesar Rp 105 juta, dan Pembangunan ruang UKS beserta pengadaan meubelair minimal 12m2 sebesar Rp 24 juta.

Penerima alokasi DAK terbesar ada di provinsi Jawa Tengah Rp 1,09 triliun, Jawa Timur sebesar Rp 1,08 triliun dan Jawa Barat Rp 744 miliar.

Terkait pelaksanaan DAK pada sekolah dasar, organisasi masyarakat dan LSM (lembaga swadaya masyarakat) menemukan dugaan penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan Negara.
Secara skala nasional kasus ini kini dimonitoring masyarakat melalui organisasi kemasyarakatan di sekolah penerima DAK.

Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dugaan penyimpangan dalam sistem pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 2,2 triliun di bidang pendidikan. Temuan itu berdasarkan hasil kajian KPK saat melakukan pembahasan bersama jajaran Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dari hasil kajian, KPK mene­mukan ada tiga kelemahan dalam sistem pengelolaan DAK itu. "KPK menemukan beberapa kelemahan dalam sisitem pengelolaan DAK yang dialokasikan mencapai Rp 9,3 triliun untuk 451 kabupaten dan kota pada 2009," ungkap Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (15/1) lalu.
Dalam jumpa pers ini, hadir pula Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Mardiyasmo, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendiknas Suryanto, serta wakil Inspektorat Jenderal Kemendiknas Slamet Purnomo.
Ketiga kelemahan terkait pelaksanaan teknis DAK di lapangan, yakni pertama terkait adanya ketidaksesuaian pengalokasian dana. Sebenarnya, kata dia, DAK pada 2009 diarahkan untuk rehabilitasi ruang kelas serta pembangunan ruang perpustakaan beserta kelengkapan perangkatnya bagi 160 kabupaten dan kota senilai total Rp 2,2 triliun. '"Tetapi, sebagian besar ternyata digunakan untuk perbaikan sarana fisik sekolah lainnya," ujar Jasin.
Kelemahan kedua, penyim­pangan pemanfaatan dana da­lam pelaksanaannya seperti pembayaran jasa konsultan dan izin mendirikan banguhan (1MB). KPK mencatat, misalnya di Kabupaten Serang, Banten, ada pungutan jasa konsul­tan untuk sekolah berkisar Rp 3,3 juta. "Bila dikalikan dengan 138 sekolah yang mendapatkan DAK dikabupaten tersebut, diperkirakan ada kebocoran sekitar Rp 445 juta," jelas Jasin. Kelemahan ketiga, yaitu sulitnya monitoring dalam bidang pengawasan, karena tidak semua pemerintah daerah mau menyampaikan laporan kepada Departemen Pendidikan Nasional. "Maka, KPK meminta agar bidang pengawasan DAK ditingkatkan. Kajian KPK terhadap DAK ini sangat penting, karena terkait kepentingan pemenuhan kebutuhan publik," tambah Jasin.
Temuan Lain
Selain itu, ada temuan lain, yakni kurang tertibnya pencatatan aset yang berpotensi menimbulkan kerugian negara dan berbagai potensi konflik kepentingan yang dapat mengarah pada tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. KPK merekomendasikan Kemendiknas dan Kemenkeu untuk memperbarui ba­seline data teknis secara berkala dan menyempurnakan petunjuk teknis DAK. "Saat ini kami masih mengedepankan pencegahan. Namun, kalau terus menyimpang, tidak menutup kemungkinan proses hukum akan berjalan," ujar Jasin.
Dirjen Perimbangan Ke­uangan Kemenkeu Mardiyas­mo menambahkan, telah diupayakan perbaikan-perbaikan terkait DAK ini. Misalnya, pada penggelontoran dana periode 2010, Kemenkeu akan mereview kriteria khusus dan tek­nis pelaksanaan DAK. "Dengan review itu akan diketahui daerah-daerah mana saja yang berhak mendapatkan DAK," jelas Mardiyasmo. la pun menyarankan agar daerah yang mempunyai pendapatan sektor fiskal yang besar tak perlu menerimanya, seperti DKI Jakarta. Sementara itu, Suryanto juga menerangkan, DAK untuk pendidikan pada 2010 akan diperluas lagi untuk tingkat SMP. la pun berjanji segera memperbarui database penerima DAK. "Sebab, titik celah DAK terkait data prasarana sekolah yang tidak diup to date," ujar dia.
Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian sam­pling terhadap pengelolaan DAK bidang pendidikan di De­partemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Hasilnya cukup memprihatinkan, terdapat po­tensi penyimpangan dana hingga Rp 2,2 triliun. DAK adalah program khusus dari Depdiknas untuk membantu proses rehabilitasi dan per­baikan bangunan di sekolah. Namun, dalam praktiknya, ada sekolah yang masih dalam kondisi baik, tetapi memperoleh bantuan. "Terdapat 160 kabupaten atau kota yang tetap mendapat dana meski data teknis Depdik­nas menyebutkan kabupaten atau kota tersebut tidak memiliki ruang kelas rusak. Jika dijumlahkan, total alokasi menca­pai Rp 2,2 triliun," kata Jasin.
Temuan penyimpangan berikutnya adalah dalam peman­faatan dana DAK. Sejumlah daerah seperti Kabupaten Se­rang, Kabupaten Tomohon, dan daerah lainnya melakukan pembayaran jasa untuk konsul­tan dan IMB dari dana terse­but. Padahal, hal itu tidak diperbolehkan. "Sebagai contoh, di suatu ka­bupaten, setiap sekolah penerima DAK diharuskan membayar Rp 3,3 juta, Bila dikalikan 138 sekolah di kabupaten terse­but, jumlahnya mencapai Rp 455,4 juta," paparnya.
Beberapa kajian lain yang ditemukan KPK adalah keterlambatan dalam proses pencairan dana, kurang tertibnya pencatatan aset, dan berbagai po­tensi konflik kepentingan yang mengarah pada tindak pidana korupsi pengadaan. "Proses monitoring juga sulit, karena tidak semua pemda melaporkan Depdiknas," tegasnya.
Mengakhiri keterangannya, Jasin menghimbau agar dilakukan perbaikan menyeluruh da­lam proses penganggaran proyek tahun 2010. Kriteria penerima dana harus lebih diperjelas agar tidak ada penyimpangan lebih besar yang berujung pada tindak pidana korupsi. "Kalau ada penyimpangan padahal sudah kita beri war­ning, bisa ditindak," ancamnya.
Ditempat lain R.Sofyan Ch M Ketua LSM Solidaritas Indonesia Bersatu, mengharapkan aparat hukum tidak memberi toleransi terhadap tindakan penyimpangan DAK, apalagi menurutnya, penyimpangan itu berpotensi merugikan keuangan Negara.
“Jangan sampai perbuatan melanggar hukum ditolerir, apalagi penyimpangan itu sampai merugikan keuangan Negara, itukan korupsi namanya,” katanya.
Kepada Buser Tipikor, Ketua Umum LSM SIB ini mengatakan pihaknya kini sedang melakukan analisis hukum terhadap temuan penyimpangan DAK anggaran Depdiknas dan Bantuan Rehabilitasi ruang kelas belajar serta peningkatan sarana madrasah Ibtidaiyah Kementrian Agama.
“Sekarang kita sedang melakukan analisis pelanggaran hukum terkait realisasi anggaran itu, begitu pula berapa nilai kerugian Negara yang timbul akibat penyimpangan yang ditemukan,” ungkapnya. (Hen-01)

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus